Sabtu, 22 Oktober 2011

TINGKAT KEMISKINAN DI ACEH


Persentase penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Aceh pada tahun 2011 sebesar 19,57 persen. Angka ini menurun dibandingkan dengan tahun 2010 yang sebesar 20,98 persen.

Penurunan persentase penduduk miskin tersebut terjadi di daerah perkotaan dan perdesaan. Pada periode 2010 - 2011, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan kecenderungan menurun. Ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung makin mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin menyempit.

Ada Pula data yang disampaikan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) bahwa kemiskinan di Aceh melebihi 20 persen. Namun Wakil Gubernur Aceh, Muhammad Nazar menyatakan data tersebut tidak benar. Menurutnya, data itu mungkin masih data lama, karena angka kemiskinan di Aceh saat ini sudah dibawah angka 20 persen.

“Itu kan angka lama, bahkan beberapa tahun lalu pernah mencapai 30 persen,” Ungkap Nazar. Ia juga menyatakan, jika menginginkan angka kemiskinan di Provinsi Aceh cepat turun, Aceh harus punya banyak industri yang dapat menyerap tenaga kerja. Oleh karena itu, dari tahun 2012 mendatang dan seterusnya harus menjadi periode pembangunan perekonomian. Masyarakat tidak boleh berbicara konflik lagi, itu menjadi penting, karena itu pula pemerintah harus melakukan transformasi cultural di tengah masyarakat agar masyarakat produktif dan mau memanfaatkan lahan.

“Kemudian pemerintah sendiri juga harus semakin produktif, termasuk di tingkat struktur pemerintahan seperti dinas-dinas tertentu. Dinas yang bersifat ekonomis seperti pertanian, kelautan, perikanan dan dan perkebunan harus banyak petugas fungsional,” jelasnya. Nazar menambahkan, Pemerintah Aceh berhasil memasukkan Aceh ke dalam master plant percepatan dan perluasan ekonomi Indonesia, sehingga dengan begitu manfaat yang didapat adalah berupa besaran kucuran dana yang begitu banyak di luar Anggaran Pendapatan Belanja Nasional (APBN). Dan itu dimulai pada tahun depan (2012).
Selanjutnya juga akan tumbuh industri perikanan dan kelautan. “Saya kira itu jawabannya, selama ini kita dapat melihat tidak ada industri sama sekali di sini, sehingga nilai tambahnya lari ke provinsi lain dan kita juga tidak dapat menyalahkannya,”. Paparnya.

Contoh Kasus dari Aceh Tengah. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Tengah menyebutkan angka kemiskinan di daerah itu mengalami penurunan drastis hampir mencapai 50 persen dalam empat tahun terakhir (2006-2010).

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan jumlah penduduk miskin Aceh Tengah akhir 2010 turun menjadi 19,93 persen, sementara pada 2006 persentasenya mencapai 38,19 persen dari jumlah sekitar 200 ribu jiwa, kata Wakil Bupati Aceh Tengah Djauhar Ali di Takengon. “Itu artinya angka kemiskinan di Aceh Tengah menurun drastis selama empat tahun dan kami terus berupaya menurunkan angka kemiskinan melalui berbagai program pembangunan berpihak kepada masyarakat,” katanya  

Melalui Kabag Protokol dan Humas Pemkab Aceh Tengah Windi Darsa saat membuka seminar “penanggulangan kemiskinan”, Jauhar Ali mengatakan pemerintah masih terus bekerja maksimal dikarenakan angka kemiskinan di daerahnya itu masih di atas persentase secara rasional. “Sebab, persentase kemiskinan secara nasional pada tahun 2006 hanya berkisar 17,8 persen dan untuk tahun 2010 turun menjadi 13,33 persen, “ Sebut Jauhar Ali.

Menurutnya, berkurangnya kemiskinan merupakan salah satu sasaran fundamental pembangunan yang ingin dicapai oleh daerah. Hal itu sesuai dengan visi pembangunan Aceh Tengah, yaitu “terwujudnya kemakmuran dan terhalaunya kemiskinan menuju masyarakat sejahtera”.

Dijelaskan, ketidakmampuan dalam pemenuhan hak dasar seperti sandang, pangan dan papan, pendidikan, kesehatan, sanitasi serta hak-hak dasar lainnya menjadikan suatu individu atau komunitas tertentu dalam masyarakat di kelompok miskin. “Apa yang dilakukan Bappeda Aceh Tengah diharapkan dapat membantu Pemkab merumuskan kebijakan penanggulangan dan pengurangan kemiskinan di daerah itu,” Jelasnya.

Sementara itu, Kepala Bappeda Aceh Tengah, Harun Manzola, mengatakan seminar tersebut bertujuan memperoleh informasi dan masukan berkaitan dengan upaya penanggulangan kemiskinan. “Seminar itu juga untuk menyamakan persepsi dan memahami seberapa jauh komitmen dan kemitraan dari berbagai pihak dalam penanggulangan kemiskinan dan percepatan penanggulangan kemiskinan di Aceh Tengah,” Sebutnya.

Jadi, kesimpulannya adalah tingkat kemiskinan di Aceh pada tahun terakhir ini menurun, dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Sehingga program dan kebijakan dari pemerintah maupun non-pemerintah yang membuahkan hasil tersebut, harus tetap didukung demi mensejahterakan masyarakat miskin menjadi kurang miskin bahkan hingga kegolongan tidak miskin.


Sources:

Minggu, 09 Oktober 2011

USAHA MINGGUAN

NAMA                       : BOBBY SATRIA R.
NIM                           : 1001101010066
JENIS USAHA          : BERJUALAN RISOL
LABA KOTOR          : 118.800
LABA BERSIH          : 68.800

Sistem Penjualan yang saya lakukan adalah dengan menitipkannya ke Kedai Kopi, oleh karena itu harga risol yang saya tetapkan Rp 1.000 dihargai Rp 800.  Penjualan sehari sebanyak 25 risol.

v  Rincian Penggunaan Modal

Jenis usaha yang saya pilih adalah usaha Risol.
Dengan modal Rp 10.000, berikut adalah rincian harga-harga dari bahan-bahan pembuatan risol:
1.     Telur – 1 butir = Rp 1.000
2.     Tepung Terigu – ¼ Kg = Rp 2.000
3.     Wortel & Kentang = Rp 2.500
4.     Minyak – ¼ Kg = Rp 2.500
5.     Biskuit Kabin = Rp 1.500
6.     Merica = Rp. 500

v  Kalkulasi Hasil Penjualan

         Selasa (27 September 2011)
     Jumlah risol tersisa = 0
     maka, 25 x Rp 800 = Rp 20.000
     dipotong buat modal besok
     maka, Rp 20.000 – Rp 10.000 = Rp 10.000
jadi, keuntungan hari selasa sebesar Rp 10.000

         Rabu (28 September 2011)
     Jumlah risol tersisa = 0
     25 x Rp 800 = Rp 20.000
     dipotong modal Rp 20.000 – Rp 10.000 = Rp 10.000
     keuntungan Rp 10.000

         Kamis (29 September 2011)
     Jumlah risol tersisa = 3
     maka, 25 – 3 = 22
     22 x Rp 800 = Rp 17.600
     dipotong modal Rp 17.600 – Rp 10.000 = Rp 7.600
     keuntungan Rp 7.600

         Jumat (30 September 2011)
Pada hari Jumat, saya menjual 11 risol ke kedai dan 14 risol ke kampus,
Dimana, penjualan dikampus tanpa pemotongan harga, saya menjualnya dengan Rp 1.000
-         Jumlah risol tersisa di kedai = 0
Maka, 11 x Rp 800 = Rp 8.800
-         Jumlah risol tersisa di kampus = 0
Maka, 14 x Rp 1.000 = Rp 14.000
            Sehingga, keuntungan Jumat:
            Rp 8.800 + Rp 14.000 = Rp 22.800
            Keuntungan setelah dikurangi modal adalah Rp 12.800

         Sabtu (1 Oktober 2011)
            Jumlah risol tersisa = 0
            25 x Rp 800 = Rp 20.000
            dipotong modal Rp 20.000 – Rp 10.000 = Rp 10.000
            keuntungan Rp 10.000

         Minggu (2 Oktober 2011)
            Jumlah risol tersisa = 2
            maka, 25 – 2 = 23
            23 x Rp 800 = Rp 18.400
            keuntungan Rp 18.400 (karena minggu adalah hari terakhir penjualan, sehingga keuntungan tidak dikurangi untuk modal kedepan lagi).

Sehingga, berikut kalkulasi keuntungan dari Selasa – Minggu:

§  Laba Kotor
Rp 20.000 + Rp 20.000 + Rp 17.600 + Rp 22.800 + Rp 20.000 + Rp 18.400 = Rp 118.800

§  Laba Bersih (Setelah dikurangi modal kedepan)
Rp 10.000 + Rp 10.000 + Rp 7.600 + Rp 12.800 + Rp 10.000 + Rp 18.400 = Rp 68.800

Demikianlah rincian dari usaha yang saya tekuni dari tanggal 27 September – 2 Oktober 2011, atas perhatian Bapak saya ucapkan terima kasih.



APA ITU MICROFINANCE?

BAB 1
APA ITU MICROFINANCE?


Untuk menanggapi permintaan terhadap pelayanan keuangan bagi masyarakat dengan pendapatan rendah, terutama di negara-negara yang sedang berkembang. Di tahun 70-an produk baru dan metodologi mulai di kembangkan didalam bidang industri yang dikenal dengan Microfinance. Tujuan dari microfinance adalah untuk menangani masalah tersebut dengan memberi akses pelayanan keuangan bagi mereka, seperti tabungan, asuransi kredit, pentransferan uang dan sebagainya.

1.1 Microcredit
Microcredit adalah kredit kecil yang diberikan dari Bank ataupun institusi lainnya kepada nasabah. Microcredit dapat diberikan walaupun tanpa Jaminan sekalipun, microcredit dapat diberikan  untuk individu ataupun melalui Group Lending. Group Lending adalah sebuah mekanisme yang mengizinkan sejumlah individu untuk mendapatkan pinjaman.
Microcredit telah terbukti sebagai alat yang efektif dalam menangani kemiskinan. Yang memungkinkan masyarakat miskin tersebut untuk mendapatkan sejumlah pinjaman yang mereka butuhkan, dimana, uangnya digunakan untuk membangun usaha kecil-kecilan.

1.2 Microcredit dan Microfinance
Microcredit adalah salah satu bagian dari microfinance, dimana microcredit adalah suatu penyediaan pelayanan kredit, bagi para pengusaha dengan pendapatan yang rendah. Dimana, microfinance termasuk didalamnya kredit, tabungan, dan pelayanan keuangan tambahan yang terus meningkat seperti asuransi dan money transfer. Keterangan tersebut menunjukkan bahwa bagi masyarakat yang sangat miskin, menabung sama pentingnya dengan meminjam. Hal ini menandakan bahwa kepentingan microfinance sebagai sebuah kombinasi dari semua  pelayanan keuangan seperti kredit, tabungan dan sebagainya.

1.3 Siapa saja nasabah dari microfinance?
Nasabah dari microfinance adalah masyarakat yang miskin secara ekonomis ataupun mereka yang pendapatannya rendah, yang tidak punya akses kepada institusi keuangan formal. Para nasabah harus punya kesempatan perekonomian dan keterampilan dalam berusaha, dimana uang yang mereka terima tidak untuk dikonsumsi melainkan untuk tujuan yang produktif seperti membangun sebuah usaha.

1.4 Microfinance dan Moneylender
Moneylender ataupun Rentenir (lintah darat) adalah pesaing yang sebenarnya bagi Microfinance Institutions (MFIs). Masyarakat miskin yang berada diluar akses pelayanan keuangan formal, hanya memiliki alternatif yang tidak formal seperti moneylender sebagai sumber dana. Kenaikan tingkat bunganya hampir selalu meningkat jauh, tidak seperti tingkat bunga yang ditetapkan oleh MFIs dan para peminjam tidak memiliki perlindungan terhadap kekejaman yang dilakukan rentenir tersebut.
Sebenarnya money lender juga mempunyai aspek positif didalamnya yaitu mereka menjadi lebih dekat dengan masyarakat miskin dan mampu untuk merespon kebutuhan mereka secara langsung. Contoh aspek-aspek positif tersebut seperti prosedur yang mudah, bebas syarat, pembayaran yang tepat pada waktunya, dan dana pinjaman dapat kembali dari para peminjam daripada menggunakan penjaminan. Aspek-aspek tersebut telah digabungkan dalam institusi keuangan formal sebagai inovasi dari microfinance.

1.5 Ketahanan Finansial
Ketahanan finansial adalah kemampuan dari provider microfinance untuk menutupi semua biaya. Menurut United Nations ketahanan adalah suatu kebutuhan untuk memperoleh jumlah orang yang besar secara terus menerus. Jika MFIs masih bergantung pada pendonor dana yang terbatas, maka mereka hanya akan mampu memperoleh jumlah orang yang terbatas. Ketahanan financial bukanlah sebuah akhir dari finansial, namun ia adalah satu-satunya cara untuk memperoleh skala yang significant.

1.6 Pandangan Masa Depan
Kita mengartikan microfinance sebagai penyedia pelayanan keuangan yang diperuntukkan bagi masyarakat dengan pendapatan yang rendah. Saya harap, pengertian tersebut akan berubah segera mungkin setelah pengenalan dari penyediaan dari beberapa pelayanan tersebut dan penambahan kedalam sistem finansial formal. Di masa ini, pengaksesan sumber microfinance sudah tersedia banyak dan tak terbatas di setiap pasar modal. Sehingga dapat memperoleh lebih banyak nasabah dan semoga saja dapat memenuhi setiap celah dari supply dan demand. Dan yang paling penting adalah bukti dari perkembangan yang memperlihatkan bahwa industri berada di peningkatan yang cepat dalam 30 tahun terakhir.

Minggu, 18 September 2011

KEMISKINAN DI LINGKUNGAN SEKITAR


Di sekitar lingkungan saya, mungkin tidak terlalu banyak terdapat kemiskinan, namun ada salah satu keluarga, yang menurut saya mungkin bisa dimasukkan kedalam kategori kemiskinan. Anggota keluarga tersebut ada empat orang, terdiri dari ayah, ibu, abang dan adik. Sebenarnya dahulu mereka tidak hidup dalam kemiskinan namun, penyakit yang diderita sang ibu, merubah segalanya.
Sang ayah bekerja sebagai buruh bangunan, ibu bekerja sebagai tukang cuci, dan abang yang usianya 18 tahun putus sekolah akibat penyakit yang diderita ibunya. Dan sang adik yang masih sekolah di tingkat SMP kelas 1.
Sisi kemiskinan itu terjadi ketika sang ibu tiba-tiba terkena penyakit yang menyebabkan ia tak bisa berdiri maupun duduk, ia hanya bisa tidur saja, tak ada pekerjaan lain yang dapat ia lakukan. Hal itu menyebabkan ibu berhenti bekerja. Sehingga kebutuhan perekonomian keluarga kini hanya ditanggung oleh ayah. Sang abang yang telah berhenti sekolah, kini juga bekerja untuk membantu kondisi keuangan keluarga.namun bukan hanya itu tujuannya bekerja, tetapi ia juga ingin mendapatkan biaya untuk pengobatan ibunya. Sang adik pun disekolahkan ke semacam sekolah bantuan yang tak menggunakan biaya SPP, istilahnya sekolah gratis.
Untuk urusan rumah tangga, sang adik seorang gadis berumur 12 tahunan lah yang kini harus mengurus segala sesuatu yang berbau dengan pekerjaan ibu rumah tangga, seperti mencuci baju, mencuci piring, menyetrika, memasak, dan sebagainya.
Mereka tinggal dirumah yang cukup kecil. Rumah itu dititipkan oleh pemiliknya kepada mereka, karena pemiliknya kini tinggal di luar daerah. Karena semuanya diurus oleh sang adik, tak heran bila ia tak sempat membereskan rumah yang cukup berantakan, lalat beterbangan dimana-mana, kain-kain cucian yang masih berserakan, dan bau yang menyengat dari lantai yang sepertinya sudah lama tak di pel.
Untuk urusan makan, mereka makan dengan seadanya. Daun singkong yang ditanam didepan rumah, diolah menjadi sayur. Dan ikan teri yang dibeli sang ayah kemarin  dijadikan lauk.
Semoga saja, mereka bisa tetap sabar dan kuat menghadapi setiap cobaan yang diberikan Allah kepada mereka, karena tentu saja semuanya itu pasti ada hikmahnya.

Mengarahkan Ibu-ibu keluar dari Kemiskinan kedalam Dunia Kerja


Lecriesha Griffin, adalah seorang ibu berumur 19 tahun. Ia berhenti sekolah ketika umurnya masih 16 tahun. Namun, setelah kelahiran putrinya oktober lalu, telah merubah dirinya.
Ia menyadari bahwa dirinya membutuhkan pendidikan untuk dapat memenuhi semua kebutuhan hidupnya, karena ia ingin membangun hidup yang lebih baik. Untuk itu ia mengikuti program Mother-to-Mother, yaitu sebuah program yang memiliki tujuan agar para ibu-ibu yang hidup dalam kemiskinan, baik ibu-ibu yang tidak bersekolah maupun ibu-ibu yang memiliki ketidakmampuan akan membaca dan berhitung, untuk dapat memperoleh sertifikat dari GED (General Education Development) dan WorkKeys. Griffin, adalah salah satu dari 21 peserta yang mengikuti program Mother-to-Mother. Program tersebut mendapatkan dana sebesar $70,000 dari the Sisters of Charity Foundation of South Carolina.
Para peserta Mother-to-Mother akan menghabiskan waktu selama 20 jam didalam kelas GED. Selain itu mereka juga akan menghabiskan waktu selama 20 jam untuk kelas literasi finansial, 20 jam untuk pengamatan pekerjaan dan 30 jam untuk penanganan masalah kehidupan dan bakat pekerjaan mereka, selama tahun depan. Disamping itu, mereka juga akan setidaknya memiliki satu kali pertemuan setiap bulannya untuk kelas mentoring dan konseling.
Fitur menarik lainnya dari program Mother-to-Mother adalah ibu-ibu akan diberikan manajemen kasus secara individu. Program tersebut juga sudah ditugaskan dua anggota staff untuk bekerja secara eksklusif bersama para ibu-ibu.
Para peserta juga menerima buku-buku yang memiliki banyak informasi dan dorongan untuk tahun yang akan datang. Mereka juga menghabiskan waktu untuk ngobrol dan saling mengenal satu sama lain.
Griffin mengetahui GED melalui selebaran Public Housing dan ia mendengar tentang program Mother-to-Mother ketika ia menghubungi Trident Literacy Association. Ia sangat menyukai apa yang telah mereka katakan padanya, bahwa mereka akan membantunya kembali ke jalan yang tepat.
Salah satu tetangga griffin, Shirley Wright yang berumur 51 tahun adalah salah satu peserta dari program tersebut. Wright dikeluarkan dari sekolahnya karena ia hamil saat berumur 17 tahun. Sekarang ia sudah punya enam anak, dari yang umur 9 sampai 32 tahun. Ia ingin anaknya yang paling kecil bisa lebih dari dirinya sekarang. Namun, ia mengatakan bahwa semua pekerjaan yang ia inginkan melarangnya untuk mendapatkan pekerjaan tersebut.
Alesha Gantt, 22 tahun pindah dari New York ke Charleston dengan hanya 3 bulan tersisa dari tahun seniornya. Ketika ia belajar di GED, ia hanya dimasukkan ke kelas 10. Ia pun berhenti sekolah.
Sekarang ia memiliki anak laki-laki yang berumur 2 tahun, namanya Brandon. Dan ia ingin anaknya mengenyam pendidikan, jadi mereka memutuskan untuk meninggalkan Public Housing. Dia merasa tidak aman membiarkan anaknya bermain diluar dan ia ingin pindah ke suatu tempat dimana mereka bisa merasa aman dan nyaman.